SEJARAH STT PARAKLETOS

Atas rencana dan kehendak Allah, Sekolah Tinggi Theologia Parakletos (STT Parakletos) berdiri melalui tekad, hati, dan semangat melayani seorang anak Tuhan yang telah merasakan keselamatan abadi yang diperolehnya, seorang anak bungsu dari 12 bersaudara yang sejak kecil tidak mengerti jalan keselamatan yang sebenarnya, dimana seluruh keluarganya hidup dalam dunia sinkretisme dan mistik. 

Nama anak itu adalah David Soegiantoro yang berjumpa Yesus Kristus tahun 1964 dan dibaptis air tanggal 12 Desember 1966, dan sejak tahun 1967 mulai mengajar sebuah kelas Sekolah Minggu di sebuah gereja dimana dia mengenal akan Sang Penciptanya. Tugas yang diembannya itu terus berlangsung sampai oleh Gembala Sidang setempat mengangkatnya sebagai Majelis Gereja dan Wakil Ketua Kaum Muda di gereja itu pada tahun 1978. Panggilan yang terus terngiang di dalam hatinya akhirnya menjadikan suatu tekad yang bulat untuk melayani Tuhannya walaupun harus meninggalkan jabatan di sebuah kantor pemerintah yang sudah pasti memiliki masa depan cerah dan menjanjikan.
          Melalui studi kelayakan selama tahun 1980-1982 dalam pelayanan di pedesaan antara desa Piyungan dan Prambanan yang terhimpun 5 tempat kebaktian di rumah-rumah desa saat itu, diamati perlunya pelayanan desa yang terpadu antara pemberitaan Injil yang bersifat eksploratif dan dikombinasi dengan upaya peningkatan taraf hidup masyarakat yang saat itu dirasakan masih kurang terpenuhi, baik untuk desa maupun kota. 


Berdasarkan pemikiran itulah serta didasarkan pada penyataan Allah dan tanda-tanda ajaib-Nya untuk meneguhkan visi dan misiNya, maka Bp Drs. David Soegiantoro, M.Div., S.U., Apt. (alm) bersama-sama dengan Ibu Tien Nurhadi, M.Div. dan Bp Paulus Kristianto, M.Div. merancang sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan formal, pendidikan kejuran & ketrampilan hidup, serta sosial; yang kemudian lembaga ini oleh Ibu David Soegiantoro diberi nama Yayasan Parakletos Indonesia.


Ketiga pendiri tersebut kemudian mengundang orang-orang profesi Kristen untuk berkumpul di Sanggar 3B Kaliurang Yogyakarta pada tanggal 23-24 Januari 1983 akhirnya terbentuklah yayasan dengan nama Yayasan Parakletos Indonesia. 

          Visi dan misi yayasan ini terkandung dari nama yang digunakan, yakni PARAKLETOS yang diambil dari istilah dalam bahasa Yunani di dalam Alkitab dari Injil Yohanes 14:26 yang berarti "Penghibur" atau "Penolong". Nama itu mencerminkan kerinduan dari pendirinya dan sebagai patokan kerja bagi semua pelayan Tuhan yang ingin melayani dalam yayasan ini, yakni aktifitas yang ada di dalam yayasan, termasuk sikap hidup dan pelayanannya harus dikendalikan dan dimotori oleh Roh Kudus, oleh sebab itu perlunya hubungan intim dengan Allah melalui Roh Kudus.
           STT Parakletos secara resmi dibuka pada tanggal 25 Juli 1983 untuk kaum profesi, yang dikenal dengan nama singkatan SKIPAR, yang lengkapnya disebut sebagai Sekolah Penginjil Parakletos bertempat di rumah Ibu David Soegiantoro yaitu Jl. Poncowinatan no.1 Yogyakarta.

          Meskipun di tempat yang sangat sederhana dan dekat dengan Pasar Kranggan sehingga bau sampah yang menyengat, namun peserta SKIPAR sangat banyak. Bahkan setiap kali mengadakan acara bersama (misalnya Paskah atau Natal), tempat yang ada tidak mampu menampung jumlah peserta sehingga harus menambah dengan tenda di luar rumah. Di tempat yang sederhana itulah para peserta didik dibagi menjadi 5 ruang kelas yang sederhana, tanpa AC, tanpa meja untuk menulis; namun mereka tetap dengan antusias mengikuti kegiatan belajar-mengajar.



Pada waktu itulah para peserta didik SKIPAR memiliki kerinduan yang besar untuk mengumpulkan rekan-rekan kaum profesi Kristen, sehingga diadakanlah Konferensi Besar Kaum Profesi Kristen di Wisma WARA, Kaliurang-Yogyakarta.



Wisuda perdana STT Parakletos dengan 22 orang lulusan pertama diadakan pada tanggal 10 Agustus 1985 bertempat di Restoran Rama, Jl. Mangkubumi Yogyakarta.

  







 




















Pada tanggal 1 September 1984 Yayasan Parakletos Indonesia membuka sebuah sekolah yang berorientasi pada pedesaan dan dilengkapi dengan teknologi siap pakai atau pendidikan kejuruan yang dikenal sebagai P.E.P (Pendidikan Evangelist Parakletos). Lokasi kampus P.E.P berada di Jl. Boyong, Kaliurang-Yogyakarta, yang kemudian pada akhirnya lokasi inilah yang menjadi basis utama kampus STT Parakletos Yogyakarta. Motto utama P.E.P adalah "Mujizat Allah tetap berlangsung"
























Pada tahun-tahun pertama P.E.P ada di Kaliurang, saat itu kondisi lingkungan masih sebagian besar hutan, belum banyak penduduk dan jalan depan kampus pun masih jalan batu (belum diaspal). Setiap akhir pekan, mahasiswa keluar memberitakan Injil ke kampung-kampung di sekitarnya. Mereka tinggal di rumah penduduk dan diberi makan oleh penduduk disitu. Sesuai dengan motto yang ditanamkan kepada para mahasiswa, maka saat pelayanan akhir pekan, mereka mempraktekkan untuk menyembuhkan orang sakit dan mengadakan tanda-tanda ajaib diantara masyarakat sekitar. Oleh sebab itu pada hari-hari kuliah, tidak jarang ada penduduk yang datang untuk meminta didoakan karena sakit atau sedang ada masalah.
          Desain pendidikan di P.E.P berbeda dengan SKIPAR.
SKIPAR (Sekolah Alkitab Parakletos) didesain untuk kaum profesi (mahasiswa, PNS, pegawai swasta, atau wiraswasta) sehingga kelas diadakan pada sore sampai malam hari dengan materi theologia saja. Sedangkan P.E.P (Pendidikan Evangelist Parakletos) didesain untuk pemuda-pemudi yang berasal dari desa, kemudian dididik dan dilatih dalam theologia serta ketrampilan siap-pakai, dengan tujuan agar mereka dapat kembali ke kampung asalnya masing-masing untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah dan membangun kehidupan ekonomi desanya melalui ketrampilan yang dimilikinya.


 

























 Ketrampilan yang dilatih adalah pertanian, peternakan, dan perikanan (air tawar)


 Berdasarkan arahan pemerintah tahun 1986, maka keduanya dilebur menjadi I.T.K.P. (Institut Theologia dan Kejuruan Parakletos) dengan 2 jurusan yakni T.L.M.P. (Theologia Lingkungan Masyarakat Profesi yang dahulunya SKIPAR) dan M.P.M.D. (Misi Pembangunan Masyarakat Desa yang dahulunya P.E.P). Sejalan dengan perkembangan sarana dan prasarana STT Parakletos, maka secara bertahap dilakukan penambahan ruang kelas, asrama, bahkan ruang doa.

Asrama Dosen


Ruang Kelas
Asrama Mahasiswa
Aula
Asrama Putri
Ruang Doa
Sehubungan Peraturan Pemerintah tentang Perguruan Tinggi di Indonesia, maka tahun 1990 nama ITKP diubah menjadi Sekolah Tinggi Theologia Parakletos (STT Parakletos) dan pertama kali terakreditasi Departemen Agama R.I. untuk program S-1 Jurusan Theologia-Kependetaan dengan SK Dirjen Bimas (Kristen) Protestan No.21 tahun 1991. Kemudian akreditasi yang kedua berhasil mendapatkan status terdaftar untuk program S-1 dengan SK Menteri Agama no.526 tahun 1998. Dengan demikian lulusan program sarjana theologia (S-1) STT Parakletos dapat memiliki ijazah negara dari Departemen Agama R.I.


          Perjalanan STT Parakletos bukanlah tanpa hambatan, sampai pada suatu saat (alm) David Soegiantoro menyerahkan seluruh pengelolaan Yayasan dan STT Parakletos tahun 1988 karena beban yang terlalu berat yang harus dihadapi dari beberapa orang yang memiliki motivasi pelayanan yang salah. Namun selama 2 tahun itu setiap hari Allah mengingatkan (alm) David Soegiantoro bahwa STT Parakletos adalah milik Allah yang sudah dipercayakan kepadanya dan saat itu ada dalam kondisi kritis karena mereka yang mengelola saat itu bukan berorientasi untuk melayani Tuhan tetapi mengelola dengan berbagai motivasi untuk diri sendiri; oleh sebab itu (alm) David Soegiantoro dengan didukung oleh inisiator pendiri yang lain, yaitu Ibu Tien Nurhadi dan Bp Paulus Kristianto kembali memimpin STT Parakletos dan Yayasan Parakletos Indonesia.


          STT Parakletos menghadapi badai yang besar pada tahun 1996. Seorang anak rohani Bp David Soegiantoro (alm) yang telah dicarikan beasiswa sehingga dapat studi lanjut di Korea Selatan, yaitu Pdt. Bambang Eko Putranto, dipercayakan untuk memimpin STT Parakletos. Tujuan pemberian kepercayaan ini adalah untuk mempersiapkan generasi kepemimpinan selanjutnya sebab Bp David Soegiantoro (alm) sudah merasa dirinya terlalu lelah untuk memimpin sekolah ini. Tetapi pada kenyataannya setelah berjalan setahun, ternyata baru terbongkar bahwa mahasiswa diajarkan seni bela diri Korea yang berdampak pada kekerasan, praktek okultisme, dan seks bebas dalam kehidupan mahasiswa dan sudah terlanjur berakar. Menanggapi hal ini (alm) David Soegiantoro langsung memanggil Pdt. Bambang Eko Putranto untuk meminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Tetapi Pdt. Bambang Eko Putranto membela diri dan mengadakan perlawanan serta berusaha menghancurkan STT Parakletos dengan cara "melarikan" seluruh mahasiswa dan mendirikan sekolah tandingan yang diberi nama STT Misiologi Yogyakarta. Semua mahasiswa itupun langsung diwisuda tanpa memenuhi jumlah SKS, tanpa skripsi maupun ujian. Kasus ini masuk dalam pemberitaan televisi nasional dan surat kabar; kemudian hal ini mendapat tanggapan positif dari Dirjen Bimas (Kristen) Protestan dengan memberikan support bagi STT Parakletos dan memberikan sanksi “black list” bagi perizinan sekolah ini serta lulusan sekolah ini tidak diakui oleh Kementrian Agama R.I. sampai saat ini.
          Berbagai masalah STT Parakletos disebabkan karena mereka yang melayani di STT Parakletos tidak memiliki keintiman dalam hubungan pribadi dengan Tuhan sehingga berakibat tidak punya motivasi dan karakter yang tulus dan murni. Oleh sebab berbagai pengalaman pahit itu Bp. David Soegiantoro (alm) mengambil posisi sebagai single fighter dalam seluruh pengelolaan STT Parakletos. Tetapi hal ini membawa dampak negatif terhadap tubuh dan jiwanya karena kelelahan dan beban berat, sehingga kondisi kesehatan beliau menurun dengan begitu cepat hanya dalam waktu 3 tahun. Sampai pada akhirnya rencana pelayanan di Kalimantan Barat untuk temu alumni tahun 2001 merupakan pelayanannya yang terakhir karena 21 hari kemudian David Soegiantoro (alm) pulang kembali kepada Bapa dan Tuan yang dilayaninya dengan sebuah sambutan yang disaksikannya beberapa jam sebelum kepulangannya.




















          Atas dasar mandat dari inisiator pendiri yang masih ada (Ibu Tien Nurhadi dan Bp Paulus Kristianto), maka STT Parakletos selanjutnya dipimpin oleh Ibu David Soegiantoro bersama-sama dengan Didiek Hardiyanto Soegiantoro sejak Juli 2001. Perkembangan STT Parakletos jika dilihat secara jasmani saat itu sungguh sangat baik, karena jumlah mahasiswa yang banyak, fasilitas sarana dan prasarana yang semakin bertambah, bahkan sebuah prestasi yang membanggakan STT Parakletos saat akreditasi pada tahun 2003 mampu meraih status Diakui  dengan  Keputusan Dirjen Bimas Kristen nomor DJ.III/Kep/HK.00.5/122/4205/2003 dan berada dalam jajaran 4 perguruan tinggi theologia lain yang terbesar di Yogyakarta. Selain itu sebuah gedung serbaguna 2 lantai di atas tanah seluas 240 m2 dibangun di kompleks STT Parakletos.

Gedung Sebaguna seluas 240 m2




Suasana MOS

          Tiba-tiba, pada tanggal 25 Maret 2004 terjadi peristiwa yang menggoncangkan kenyamanan pimpinan, dosen, dan mahasiswa. Roh Kudus hadir dan melawat beberapa mahasiswa sehingga mengalami manifestasi kepenuhan Roh Kudus dan munculnya karunia-karunia bernubuat serta berbahasa roh. Kejadian itu disaksikan oleh seluruh staf pengelola dan dosen yang sedang mengajar (Ibu Debora Istiawati dan Bp Pdt. Yosias Dirk Awak), kemudian berkembang pada hari-hari selanjutnya dimana ketakutan melanda seluruh mahasiswa dan staf pengelola (Ibu Pristiwanti dan Ibu Sri Kristianti) yang tinggal di kampus. Lawatan Roh Kudus tidak hanya berhenti saat itu atas beberapa mahasiswa, tetapi mulai menyebar dan menular kepada siapapun yang terbuka hatinya, termasuk saat itu Bp Didiek Hardiyanto dan Ibu Yulia Pattie. Sebuah pengalaman baru dalam perjumpaan dengan Roh Kudus membuat kontroversi dalam kepemimpinan STT Parakletos. Sebab layaknya seorang anak kecil yang sedang belajar, kesalahan dan kecerobohan dalam menggunakan karunia-karunia Roh Kudus menjadi sasaran kritik bagi yang lain. Tetapi sebagai pimpinan STT Parakletos, Bp Didiek Hardiyanto mengambil sikap untuk menerima hal ini sebagai karya Roh Kudus dan mengembangkannya dalam kehidupan sehari-hari STT Parakletos sesuai dengan namanya, yaitu "Parakletos". Keputusan inilah yang kemudian membuat perpecahan diantara mahasiswa, dosen, dan pimpinan antara yang pro dan kontra dengan karunia Roh Kudus.
    Selama 2 tahun berjalan dalam perpecahan dan kontroversi tersebut, barulah pimpinan sekolah dan yayasan secara bersama-sama menemukan kata sepakat bahwa selama ini STT Parakletos telah "gagal" menjadi sebuah wadah pendidikan hamba Tuhan yang menjadi pelaksana Amanat Allah untuk membangun Kerajaan Allah (seperti yang dinyanyikan dalam Mars STT Parakletos). Indikator kegagalan nampak dari beberapa hal :
  1. Angka kelulusan studi yang rendah, hanya sekitar 50% (kegagalan studi yang tinggi)
  2. Banyaknya pelanggaran terhadap tata tertib sekolah yang terkait dengan karakter dan norma-norma masyarakat (misal merokok, mencuri, hubungan seks diluar nikah, mabuk dan minum minuman keras)
  3. Banyak ketidakhadiran (absen) saat doa pagi, doa malam, dan ibadah kapel jika tidak dibatasi & diawasi ketat. Ini menunjukkan tidak ada tanda "cinta" Tuhan tetapi cenderung melakukan kewajiban kepada Tuhan.
  4. Pelayanan yang dilakukan setiap akhir pekan (selama 6 tahun dari tahun 1999-2005) hampir tidak pernah ada laporan jiwa-jiwa yang diselamatkan. Hal ini menunjukkan tidak ada beban Amanat Agung untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah, tetapi hanya sebatas melakukan aktivitas di dalam gereja.
Berdasarkan evaluasi bersama itulah, maka setiap pimpinan sekolah dan pengurus yayasan mengambil kesimpulan bahwa apa yang dilakukan selama ini menunjukkan sikap yang tidak bertanggung jawab terhadap apa yang Tuhan percayakan, baik dari keuangan, fasilitas, sarana-prasarana, dan mahasiswa yang ada di STT Parakletos.
          Oleh sebab itu selama tahun 2004-2007 Bp Didiek Hardiyanto berusaha mengembalikan STT Parakletos kepada rencana Tuhan, yaitu menjadi wadah pendidikan hamba Tuhan yang cinta Tuhan dan yang memberitakan Injil Kerajaan Allah di setiap kota, desa, kampung, dan pedalaman. Berbagai upaya dilakukan dengan menjalin alumni dan bekerjasama dengan berbagai organisasi dan gereja yang ada, namun tetap tidak berhasil. Setelah segala upaya kam untuk perubahan tidak berhasil, maka Tuhan secara tiba-tiba menghentikan mahasiswa dan aliran pendanaan sehingga STT Parakletos tidak bisa lagi menerima mahasiswa baru dan kemudian hanya menyelesaikan mahasiswa yang sudah ada. Kami percaya bahwa Tuhan berotoritas penuh atas pekerjaan-Nya sedangkan kami hanyalah hamba. Sehingga kami percaya kalau saat itu Tuhan ambil keputusan demikian, maka pada waktu kairos nya pasti akan kembali STT Parakletos dimulai dengan dasar yang lebih kuat di dalam Yesus dan dengan motor Roh Kudus yang membawa dampak lebih luas bukan saja secara regional, namun secara nasional bahkan internasional; sesuai dengan setiap penyataan Firman yang disampaikan kepada kami melalui beberapa hamba-Nya, bahwa STT Parakletos akan menjadi besar dan bahkan lebih besar serta sangat besar dibandingkan dengan yang lama karena dasarnya tertanam lebih kuat setelah melalui proses tanpa adanya aktivitas (“sabat”). Bp Didiek Hardiyanto diingatkan dengan apa yang terjadi atas Israel ketika mereka meninggalkan Tuhan sampai akhirnya harus masuk pembuangan, namun setelah masa yang ditetapkan untuk memenuhi tahun-tahun sabatnya yang dilupakan sebelumnya sudah genap, maka pemulihan Israel mulai dikerjakan oleh Allah sendiri.
          Setelah menanti akan kehendak Tuhan selama 2 tahun, pada awal Juli 2009, Bapak dan Ibu Samuel Hosea datang ke Jogja dengan tujuan untuk menengok kakak dari Ibu Samuel Hosea yang beberapa bulan lalu mengalami kecelakaan, sehingga kedatangan ini tanpa ada rencana untuk membicarakan tentang sekolah theologia. Setelah pertemuan yang tanpa kami rencanakan sebelumnya itu terjadi, maka barulah saat itu kami tahu bahwa Allah telah mempersiapkan segala sesuatunya untuk dimulainya kembali STT Parakletos di Surabaya melalui Sinode Gereja Allah Baik. Pada malam harinya Tuhan dengan tegas berbicara kepada Bp Didiek Hardiyanto dan memerintahkan agar membantu Bapak dan Ibu Samuel Hosea dalam memindahkan STT Parakletos dari Yogyakarta ke Surabaya hingga mendapatkan legalisasi kembali dari pemerintah.